Blog ini Sementara Sebagai BackUp dari Blog KebunHidayah.Wordpress.com

SIlahkan Kunjungi www.kebunhidayah.wordpress untuk membaca artikel terbaru

Jangan Tersesat ! Pastikan Berada di Jalan Yang Selamat

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah berpesan pada umat Islam, termasuk kita yang berada diakhir zaman ini, dalam sabdanya :  “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…”

(Hadits ini Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).

Umat Islam DI Akhir Zaman Ini Akan Menghadapi Perselisihan Yang Banyak !

Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menghadapi perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul (agama) Islam (jadi bukan perselisihan dalam perjuangan politik atau perdagangan). Selanjutnya dijelaskan bahwa jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang erat dan teguh dengannya (sekuat-kuatnya ‘dengan gigi-gigi geraham’).

Umat Islam Akan Terpecah Belah, Hanya Satu Golongan Yang Bakal Selamat !

Sungguh telah diriwayatkan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengingatkan bahwa sepeninggal beliau umat Islam akan terpecah belah.

Inilah pesan penting dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu beliau bersabda:

“…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.”

(Hadits Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).

Hadits ini mengandung 3 makna penting (berdasarkan penjelasan Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani) :

– Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.

– Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.

– Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yaitu golongan yang mengikuti Rasulullah dan para sahabatnya dalam memahami agama Islam ini. Golongan ini bukan organisasi atau kelompok masyarakat tertentu, melainkan suatu golongan umat Islam berasal dari berbagai latarbelakang sosial, lokasi geografis maupun suku-bangsa, namun kesemuanya sama-sama berpegang teguh pada sunnah-sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.

Jalan Yang Selamat

Telah jelas bahwa perpecahan umat Islam yang terjadi sejak wafatnya nabi hingga akhir zaman, merupakan perpecahan dibidang hal yang sangat mendasar dalam dienul Islam yaitu dalam cara beragama atau beribadah. Diantara berbagai perbedaan tersebut, hanya satu jalan (cara) beragama yang benar, yaitu cara beragama yang mengikuti cara-cara (sunnah) Rasulullah dan para sahabatnya. Umat Islam yang tidak mengikuti cara-cara sunnah tersebut dipastikan masuk neraka.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjelaskan ciri-ciri jalan yang selamat, dalam firman-Nya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)

Al Imam Ibnul Qayyim orang-orang yang dimaksud dalam kalimat “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, adalah generasi para shahabat dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj (cara beragama) yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini secara langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung dibanding generasi-generasi berikutnya. Melalui merekalah informasi, hadits dan sunnah-sunnah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berbagai firman Allah Ta’ala bisa diteruskan ke seluruh umat Islam pada hari ini dan selanjutnya.

Jalan Yang Mendapat Ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha-Nya dan jaminan jannah (surga)-Nya hanya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi pada orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik akan mendapatkan pula ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.

Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367).

Ciri-ciri Jalan Yang Selamat dan Yang Diridhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.”
(Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).

Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa bertahan di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka (kehadiran mereka selalu ada). Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan jalan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits (Ahlus Sunnah), insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).

Untuk meneliti apakah diri kita atau diri seseorang yang ingin kita jadikan panutan (ustadz / guru) sudah tergolong orang-orang yang berada di jalan yang lurus (jalan para Ahlul Hadits / Ahlus Sunnah) maka sebagian darinya bisa kita lihat melalui ciri-ciri ibadah mereka. Antara lain sebagai berikut :

Pertama, mereka sangat bersemangat menuntut ilmu (agama) dengan berpedoman pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka berusaha mempelajari berbagai hadits yang ada dan kandungan Al Qur’an, kemudian menerapkannya untuk diri mereka serta menyampaikannya ke lingkungannya. Menuntut ilmu sangat penting bagi mereka agar kualitas keilmuannya semakin meningkat dan pemahaman ketauhidan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi semakin murni dan benar.

Kedua, mereka selalu berusaha keras menjaga kebersihan dirinya dari unsur-unsur kesyirikan yang ada disekitarnya. Ini mereka lakukan dengan mempelajari jenis-jenis syirik yang ada di zaman kini, berusaha memeranginya, dan membangun benteng keimanan yang kokoh di dirinya dan keluarganya sebagai pertahanan. Mereka sangat sadar bahwa syirik adalah dosa yang paling besar dan tak termaafkan, karena itu mereka tutup rapat-rapat pintu-pintu masuk produk syirik seperti bahaya perdukunan, ramalan-ramalan, sihir, hipnotis dan sulap. Demikian juga bibit syirik (syirik kecil) diawasi dengan baik jangan sampai muncul, misalnya penyakit riya’, memprioritaskan dunia, dan lain-lain.

Ketiga, mereka selalu meneladani cara beribadah para shahabat dan generasi terdahulu (tabi’in, tabi’it-tabi’in), agar terbebas dari bahaya bid’ah (yaitu perkara baru/ cara baru/improviasi dalam beribadah). Mereka dengan tegas menolak adanya perayaan-perayaan hari keagamaan (selain Idul Fitri) yang tidak pernah ada di zaman Nabi dan para shahabat. Mereka juga menolak cara baru dalam berdzikir dan berdoa, atau cara puasa model baru, atau cara sholat berbahasa Indonesia misalnya. Mereka juga menolak cara-cara dakwah yang berbahaya, misalnya melalui training agama atau metode sufisme yang bertujuan menikmati sisi lain keindahan Islam (bukan dari sisi tauhid dan akidah), dan dengan penuh kehati-hatian mereka awasi berbagai cara-cara baru dalam beragama yang terus bermunculan di akhir zaman ini.

Keempat, mereka selalu disiplin dan tekun dalam menjaga akhlak, agar terbebas dari bahaya maksiat dan kemungkaran lainnya, misalnya menghindarkan benda-benda atau makhluk yang dapat mengantar kepada kemungkaran, seperti acara televisi yang tak bermanfaat, atau pergaulan yang dekat dengan zina dan kemungkaran. Mereka tak ragu-ragu menolak kehadiran TV di rumahnya demi menjaga akidah dan akhlak anggota rumah tangganya. Untuk menjaga kesederhanaan dan terhindar dari berbagai godaan dunia, mereka rela menghindarkan kemewahan, keramaian dan daya tarik pusat perbelanjaan modern atau gemerlapnya dunia masa kini.

Akibat sikap mereka ini, yang sangat hati-hati menjaga akidah dan akhlaknya, maka kehadiran mereka secara fisik dan ‘gaya hidup’nya menjadi terasa aneh dan asing di zaman kini. Tapi memang itulah pesan yang pernah disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dalam sabdanya :
“Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula daam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

Semoga kita semua tergolong pada orang-orang yang selamat dan berada di jalan yang di ridhoi-Nya.

“…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imron, 8 )

——-

(Dirangkum dari berbagai sumber As-Sunnah)

No comments yet»

Tinggalkan komentar